Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belum mampu merespon masalah utama yang dihadapi oleh perempuan.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri mengatakan pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia.
“Saat ini partisipasi perempuan Indonesia masih di bawah 30%. Pentingnya peningkatan partisipasi perempuan supaya pengambilan keputusan politik yang lebih akomodatif dan substansial. Selain itu, menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik,” ujarnya saat membuka Rapat Koordinasi Mendorong Penyelesaian Rancangan Perpres tentang Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif, Rabu (14/4).
Deputi Femmy juga menjelaskan perlunya upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam parlemen melalui sebuah Rancangan Peraturan Presiden tentang Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan.
“Upaya dan komitmen kuat dari pemerintah dalam terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender dengan terus mendorong tercapainya kuota 30% keterlibatan perempuan di parlemen serta mengikis ketimpangan gender dalam politik,” ucapnya.
Tujuan dari Rancangan Perpres Grand Design tersebut dapat meningkatkan keterwakilan perempuan dalam partisipasi politiknya. Peningkatan kualitas perempuan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan politik di parlemen guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender.
Ketua Umum Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati mengatakan bahwa Rancangan Perpres Grand Design tersebut menjadi kabar baik bagi para perempuan yang ingin berpartisipasi dalam dunia politik.
“Dengan adanya pembentukan dari Rancangan Perpres Grand Design Keterwakilan Perempuan pada dunia politik di Indonesia dapat menjadi angin segar bagi seluruh perempuan yang ingin ikut berpartisipasi secara langsung mewakili aspirasi dari kaum perempuan,” pungkasnya.
Dermawan, Asdep KG Politik dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjelaskan terdapat beberapa metode pelaksanaan dari Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan yaitu berbasis pendidikan politik dan sosialisasi.
“Dalam pelaksanaan Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif terdapat dua metode yaitu berbasis pendidikan politik dengan melibatkan perempuan berperan aktif di kepengurusan partai dan pemilu sebagai calon anggota legislatif. Metode berbasis sosialisasi yaitu Kementerian dan Lembaga melakukan sosialisasi mengenai pentingnya keterwakilan perempuan dengan berbagai saluran secara konvensional tatap muka maupun digital,” Jelasnya.
Dr. Hidayat dari Ditjen HAM Kementerian Hukum dan HAM mengatakan pendidikan poltitik sangat penting untuk masyarakat mengetahui politik secara umum. Hal itu dapat dilaksanakan sejak para remaja sudah memasuki usia 17 tahun atau setingkat dengan pendidikan di perguruan tinggi.
“Pendidikan politik dapat dilaksanakan mulai dari seseorang sudah memasuki usia untuk dapat mengikuti pemilu yaitu umur 17 tahun yang mana setingkat dengan pendidikan di perguran tinggi sehingga saat Pemilu nanti diadakan, mereka dapat berpartisipasi secara aktif seperti menjadi calon legislatif maupun menjadi pemilih yang cermat,” ucapnya.
Menanggapi keterwakilan perempuan yang diatur untuk lembaga legislatif, Asdep PHPPPmenjelaskan bahwa Kementerian PPPA, sebagai lead sector, saat ini sedang menyelesaikan penyusunan RUU Kesetaraan Gender yang juga akan mengatur keterwakilan perempuan tidak hanya di Lembaga legislatif tetapi juga eksekutif dan yudikatif. Diharapkan RUU dapat segera diselesaikan untuk memberikan akses perempuan untuk berpartisipasi setara dalam pembangunan.