Thursday, November 21, 2024
Thursday, November 21, 2024
Home » Lihat Kekerasan Terhadap Perempuan & Anak Perempuan Disabilitas, Laporkan!

Lihat Kekerasan Terhadap Perempuan & Anak Perempuan Disabilitas, Laporkan!

by Caesariana Tursia
0 comment

Kekerasan terhadap perempuan masih banyak ditemukan di sekitar kita. Di antara mereka yang rentan adalah perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), 1 dari 3 perempuan di dunia setidaknya pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh pasangan dekat, atau kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang yang bukan pasangannya.

Konsultan Program Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan UN Women Indonesia, Yuni Asriyanti, mengatakan bahwa setiap perempuan berisiko menjadi korban kekerasan, baik itu fisik, psikis, seksual, ataupun ekonomi. Namun, ada beberapa kelompok yang rentan.

“Siapa yang paling rentan? Perempuan secara umum rentan mengalami kekerasan, tapi ada kelompok-kelompok khusus yang kerentanannya lebih berlapis, risikonya lebih banyak ketimbang yang umumnya,” kata Yuni dalam Talkshow Menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Perempuan dengan Disabilitas di M Bloc Space, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/23).

“Mereka adalah perempuan yang hidup dengan HIV/AIDS, penyandang disabilitas, dan kelompok lain, seperti pengungsi, pekerja migran, dari kelompok minoritas, dan banyak lagi,” sambungnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua III Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) bidang Pemberdayaan dan Partisipatif, Walin Hartati. Walin mengatakan bahwa perempuan disabilitas memang menjadi salah satu kelompok rentan mengalami kekerasan. Selain karena definisi ‘gender’, mereka lebih rentan karena menjadi penyandang disabilitas.

“Perempuan disabilitas di Indonesia menjadi korban kekerasan karena mereka sebagai perempuan dan sebagai disabilitas,” ujar Walin.

Menurutnya, kekerasan khususnya terhadap anak perempuan, justru dimulai dari keluarga. Orang tua tanpa sadar menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya yang menyandang disabilitas.

“Biasanya kekerasan diawali dari keluarga sendiri. Misalnya, beberapa orang tua dengan anak disabilitas malu sehingga anaknya disembunyikan dan tidak disekolahkan, bahkan ada yang dibuang. Ada juga yang overprotective, saking sayangnya tidak dibiarkan keluar, itu pun tidak bagus,” ujarnya.

“Saking sayangnya, antara pelaku dan korban sama-sama tidak sadar kalau satu sebagai pelaku kekerasan, yang satunya sebagai korban kekerasan, antara ibu dan putrinya.”

Kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan disabilitas sebenarnya dapat dicegah. Keluarga dan masyarakat memegang peranan penting dalam mencegah kekerasan ini, Bunda.

Seperti apa pencegahannya dan bagaimana tindakan kita bila melihat kekerasan ini terjadi di sekitar kita?

Cegah kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan disabilitas

Yuni mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan disabilitas sebenarnya bisa dicegah, Bunda. Salah satunya dapat dimulai dari pihak-pihak pemangku kebijakan. Sayangnya, belum banyak hal dilakukan untuk mengambil langkah pencegahan.

“Kita percaya satu kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan itu bisa dicegah. Tapi memang kalau dilihat upaya-upaya intervensi untuk mencegah itu belum banyak dilakukan, instansi dalam konteks pemerintah yang merencanakan program khusus belum banyak dilakukan,” ungkapnya.

“Kalau dilihat data global yang dikumpulkan oleh UN women, secara global memang komitmen finansial untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan itu masih terbatas dari jumlah keseluruhan. Misalnya, bantuan pembangunan di seluruh dunia, itu hanya 0,2 persen dari total US$204 miliar, yang dialokasikan untuk pencegahan berbasis gender terhadap perempuan. Padahal di satu sisi, isu ini adalah masalah global,” lanjut Yuni.

Menurut Yuni, ada dua aspek penting untuk mencegah kekerasan pada perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas. Pertama adalah implementasi kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah melalui Undang-undang hingga konvensi. Kedua, adalah peran penting masyarakat untuk memastikan perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas bisa mendapatkan hak-haknya.

“Masyarakat kita punya kewajiban bersama untuk melakukan upaya-upaya agar hak-hak dari saudara-saudara kita ini mendapatkan pelayanan yang baik. Lalu membangun kesadaran, mengubah cara pikir kita ketika melihat teman-teman penyandang disabilitas, kemudian mendukung inisiatif mereka berorganisasi, memiliki komunitas mereka sendiri untuk meng-empower mereka dan menjadi ruang untuk berkreasi dan mengekspresikan diri mereka,” ungkap Yuni.

Sharing ke keluarga dan lapor ke pihak terkait

Masyarakat juga diharapkan berani melapor bila melihat tindak kekerasan di sekitar mereka. Sebab, seringkali korban kekerasan yang menyandang disabilitas sulit untuk melaporkan apa yang dialaminya.

Menurut Walin, para korban yang bisa bercerita, dapat mengungkapkan kisahnya ke keluarga atau komunitas yang mudah dijangkau. Korban juga bisa menghubungi nomor darurat untuk mendapatkan pertolongan.

“Misalnya korban tidak tahu sama sekali, jauh dari semua itu, tidak tahu harus melapor kemana, paling tidak berani sharing ke ibunya. Kalau ada di komunitas bisa ke sana, paling enggak berani cerita ke temannya,” ujar Walin.

Beberapa nomor darurat yang bisa dihubungi bila Bunda melihat tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, yakni:

  • SAPA 129: 021-129
  • Nomor darurat: 112
  • Nomor darurat Polisi: 110

Bunda juga bisa menghubungi kontak Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) di nomor (021) 2124 1805 atau email di hwdimedia@gmail.com.

Sumber : Haibunda

You may also like

Wanita Berita LLC adalah sumber utama Anda untuk berita dan pembaruan terkini. Kami berusaha memberikan pembaca kami konten yang akurat, mendalam, dan menarik tentang berbagai topik. Tetap terinformasi dengan Wanita Berita!

Wanita Berita, A Media Company – All Right Reserved.