Hanya 19% dari ratusan kursi direksi di perbankan Indonesia yang diisi oleh sosok perempuan. Ada berbagai faktor yang memengaruhi rendahnya keterwakilan perempuan di jabatan tinggi bank itu. Deputi Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N. Rosalin mengatakan bahwa dari 543 kursi direksi di seluruh bank yang beroperasi di Indonesia, hanya 19% yang diisi oleh perempuan. Menurutnya, tantangan banyak dihadapi perempuan untuk menapaki jalur kepemimpinan beragam. “Hambatan perempuan duduk di posisi atas sektor jasa keuangan itu lumayan banyak,” katanya dalam dialog publik yang digelar Women’s World Banking dan Kementerian Perempuan dan Pemberdayaan Anak pada Kamis (9/11/2023) di Jakarta.
Dia mengatakan ada beban ganda yang dialami perempuan bekerja serta ada tantangan institusional di lembaga tempat perempuan bekerja. Adapun, banyak di antara perempuan yang berkarir di sektor jasa keuangan juga mengurusi urusan keluarga seperti mengurus anak, hingga pekerjaan rumah tangga. Kemudian, terdapat faktor individual yang membuat representasi perempuan di jabatan direksi bank minim. Faktor individual itu seperti rendahnya motivasi dan kepercayaan diri. Faktor lainnya adalah budaya kerja. Perempuan kerap kali terkendala jam kerja hingga aturan organisasi.
“Untuk mencapai kesenjangan gender sebagaimana target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan [sustainable development goals/SDGs] tahun 2030, upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pemimpin perempuan perlu dilakukan. Sektor perbankan dan keuangan, adalah titik masuk strategis untuk mencapai ini termasuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya. Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Alexandra Askandar mengatakan sektor perbankan pada dasarnya bukan sektor yang didominasi oleh laki-laki. Di perbankan, jumlah pekerja perempuan dengan laki-laki pun berimbang. Namun, gap gender masih terjadi di posisi jabatan atas. “Salah satunya karena stereotipe. Adanya personal issue dan professional issue,” ujar perempuan yang biasa disapa Xandra itu. Selain itu, dari sisi mindset, perempuan seringkali timbul rasa tidak percaya diri. Perempuan juga minim kesempatan untuk berdiskusi informal. Di lingkup BUMN seperti Bank Mandiri, terdapat target representasi perempuan di posisi direksi sebesar 25% pada 2023. “Terakhir saat ini baru tercapai 20,4%. Masih punya PR [pekerjaan rumah] capai target representasi perempuan di posisi tinggi BUMN pada akhir 2023. Kita di Bank Mandiri sudah pas 25% dengan keterwakilan 3 direksi,” ujarnya.
Potensi Kehadiran Perempuan Xandra mengatakan keterwakilan perempuan di jabatan tinggi perbankan perlu didorong sebab, posisi yang diisi oleh perempuan mampu memberikan dampak ke kinerja bank. “Akan ada dampak kinerja keuangan lebih baik, karena perempuan akan melengkapi perspektif dan warna yang berbeda dalam hal decision making yang lebih lengkap,” ujarnya. Kepala Grup Pengembangan UMKM dan Keuangan Inklusif, Bank Indonesia (BI) Elsya MS Chani juga mengatakan jika gander gap teratasi, maka potensial meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebab perempuan mempunyai kontribusi besar ke berbagai sektor ekonomi. Saat ini, dari 278,7 juta penduduk di Indonesia, 49,5% di antaranya merupakan perempuan. Lalu, dari jumlah perempuan di Indonesia itu, 69% di antaranya berada di usia produktif. “Dengan meningkatkan kesetaraan gender bisa menaikan potensi PDB [produk domestik bruto],” ujarnya. Menurutnya, potensi peningkatan PDB Indonesia pada 2025 apabila mengupayakan kesetaraan gender mencapai 9%. Peningkatan PDB ini didapat dari peningkatan partisipasi angkatan kerja, peningkatan waktu kerja, hingga peningkatan produktifitas perempuan. “Karakter perempuan yang melindungi, perhatian detail, kemampuan multitasking juga jadi nilai lebih,” ujar Elsya.
Sumber : Finansialbisnis