Komnas Perempuan meminta Kementerian Agama (Kemenag) melakukan pengawasan secara berkala. Menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi lembaga pendidikan keagamaan di Provinsi NTB.
”Jumlah pengawas mungkin tidak cukup untuk semua. Tapi kalau dilakukan secara rutin, diperiksa, itu bisa saja untuk pencegahan,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Mataram.
Komnas Perempuan telah menerima laporan adanya dugaan kekerasan seksual di salah satu lembaga pendidikan keagamaan di Lombok Timur (Lotim). Kasusnya sendiri telah ditangani kepolisian dengan penetapan tersangka terhadap pria berinisial LM, pimpinan di lembaga pendidikan tersebut.
Komnas Perempuan, kata Andy, menjadikan kasus ini sebagai atensi di Provinsi NTB. Sehingga akan melaporkannya langsung ke Kemenag RI. Agar dilakukan langkah pencegahan lebih masif untuk menutup peluang terulangnya kejadian serupa di lembaga pendidikan keagamaan. ”Kami akan laporkan ke Kemenag,” ujarnya.
Menurut Andy, kasus yang terjadi di Lotim seharusnya menjadi pelajaran penting bagi Kemenag di provinsi maupun kabupaten/kota di NTB. Menunjukkan pentingnya pengawasan berkala dari Kemenag. Sebab, lembaga pendidikan berbasis keagamaan berada di luar kendali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Karena itu, dia berharap Kemenag segera mengambil langkah. Dimulai dari penertiban administrasi terhadap lembaga pendidikan keagamaan di Provinsi NTB. Untuk menyaring mana yang memiliki izin dan tidak.
Dibutuhkan juga Satgas Anti Kekerasan Seksual di lembaga pendidikan keagamaan. Kata Andy, Kemenag pertama kali menerbitkan aturan pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Kemudian sudah diturunkan hingga Madrasah Ibtidaiyah setelah adanya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Kemudian, lembaga pendidikan keagamaan diminta membuka ruang laporan secara terbuka. Menyediakan kanal-kalan pelaporan yang tetap menjamin dan menjaga kerahasiaan dari korban maupun penyintas kekerasan seksual.
Kanal pelaporan ini tentunya membutuhkan komitmen dari pimpinan lembaga pendidikan keagamaan. Juga Kemenag di daerah. Agar ketika terjadi kebuntuan penanganan di tingkat bawah, bisa diambil alih Kemenag.
”Kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan, jarang korban mau melapor. Makanya harus ada hotline,” tandas Andy.
Sementara itu, Kepala DP3AKB Lotim Ahmat mengatakan adanya peningkatan kasus di tahun 2023 ini jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Per April 2023, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Lotim sudah menangani 15 laporan. Beberapa di antaranya kasus yang saat ini tengah didalami Polres Lotim.
Kasus kekerasan seksual yang di dalamnya berupa pelecehan seksual seperti yang terjadi di dua pondok pesantren yang ada di Kecamatan Sikur merupakan kasus yang dilanjutkan perkaranya ke ranah hukum.
Menurut Ahmat, adanya beberapa kasus yang terjadi di Pondok Pesantren juga menjadi perhatian serius untuknya. “Karena itu kami tentu akan berkoordinasi dengan Kemenag terkait pola pengajaran di ponpes tersebut. Semisal agar santri perempuan diajarkan oleh ustadah. Atau aturan yang dapat mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual tersebut,” terangnya.
Sumber : Lombokpost