Dunia akan menghadapi 11 rintangan besar kesetaraan gender pada 2030. Hal ini tertuang dalam laporan terbaru UN Women, yang merupakan bagian dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tujuh tahun lagi menuju Sustainable Development Goals atau SGDs 2030, UN Women menyebut jika dunia masih gagal dalam mencapai kesetaraan gender.
“Laporan “Progress on the Sustainable Development” edisi tahun 2023 menelusuri kesetaraan gender di seluruh 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan menyoroti 11 hambatan utama,” tulis UN Women dalam keterangan resminya.
1. Kurangnya pemimpin perempuan, kemiskinan dan diskriminasi di tempat kerja
Pekerja perempuan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi di depan kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (6/3/2020). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
UN Women menilai, masalah pertama adalah kurangnya pemimpin perempuan. Hanya ada 27 persen kursi parlemen, 36 persen kursi pemerintah daerah, dan 28 persen posisi manajemen yang dipegang perempuan.
Hal itu membuat kurang adanya keberagaman perspektif dalam proses pengambilan keputusan. Alhasil, dampaknya menghambat perumusan kebijakan yang komprehensif.
Kemudian, kemiskinan dan kurangnya peluang ekonomi. UN Women memprediksi lebih dari 340 juta perempuan dan anak diperkirakan akan hidup dalam kemiskinan ekstrem pada 2030.
Angka ini mewakili delapan persen populasi perempuan global yang bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS per hari atau setara dengan Rp33.002. Belum lagi perlindungan sosial dan akses pekerjaan yang belum mendukung dan beri jalan keluar pada kemiskinan.
UN Women juga mengatakan, diskriminasi dan kesenjangan di tempat kerja juga jadi hambatan yang ketiga. Hanya 61 persen perempuan usia kerja utama masuk dalam area angkatan kerja, jumlahnya lebih kecil dari laki-laki yang mencapai 91 persen.
Pada 2019, untuk setiap dolar yang diperoleh laki-laki dari pendapatan tenaga kerja, perempuan hanya memperoleh 51 sen.
2. Masalah soal norma sosial, praktik budaya, hingga akses pendidikan dan kesehaan
PTM dibatasi sebanyak 50 persen karena kasus COVID-19 varian Omicron semakin meningkat. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
Selanjutnya yang keempat, ada ketidakseimbangan pekerjaan perawatan tidak dibayar. UN Women mengungkapkan, saat ini kesenjangan waktu yang dihabiskan perempuan dan laki-laki untuk perawatan tidak berbayar akan sedikit menyempit.
Namun pada tahun 2050, perempuan secara global masih akan menghabiskan 9,5 persen lebih banyak waktu atau 2,3 jam lebih banyak per hari untuk pekerjaan perawatan tidak berbayar dibandingkan laki-laki. Kondisi ini membatasi perempuan mengakses pendidikan, pekerjaan dan peluang lainnya.
Selain itu, pada poin kelima, perempuan juga terkurung dengan norma sosial dan praktik budaya. Praktik-praktik berbahaya seperti pernikahan anak dan mutilasi alat kelamin perempuan masih terus terjadi. Secara global, satu dari lima perempuan muda menikah sebelum usia 18 tahun.
Keenam, kurangnya akses terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan. Diperkirakan 110 juta anak perempuan dan perempuan muda tidak bersekolah pada 2030.
3. Perempuan rentan alami kerawanan pangan dan kekerasan
Proses pemilihan biji kopi yang dikerjakan petani perempuan di Desa Dombu, Kecamatan Marawola Barat, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. IDN Times/Kristina Natalia
Kemudian yang ketujuh, UN Women juga mencatat kerawanan pangan. Karena, hampir 24 persen perempuan dan anak perempuan mengalami hal ini pada 2030. Mulai dari tingkat sedang hingga parah.
Menurutnya, perlu ada upaya pemberdayaan perempuan dibidang pangan dan pertanian, dengan meningkatkan akses pada lahan dan sumber daya. Hal ini berdampak pada ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi.
Poin kedelapan mencatat, kekerasan pada perempuan dan anak perempuan juga jadi hambatan. UN Women mengungkap, ada 245 juta perempuan dan anak perempuan mengalami kekerasan, baik fisik dan seksual dari pasangan intimnya setiap tahun.
Tak hanya itu, perempuan lanjut usia juga punya kerentanan, karena kemiskinan yang dihadapi dan kerentanan yang lebih tinggi.
4. Pendanaan yang tak memadai dan hukum yang buruk bagi perempuan
ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)
UN Women juga mengatakan pada poin kesembilan, banyak pendanaan yang tidak memadai untuk agenda inisiatif kesetaraan gender. Hanya empat persen dari total bantuan bilateral yang dialokasikan untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Perlu tambahan 360 miliar dolar AS per tahunnya untuk mencapai kesetaraan gender pada 2030.
Masalah kesepuluh, penegakan hukum dan aturan juga terbilang buruk jadi poin hambatan yang ada. Ada 28 negara yang tidak punya undang-undang untuk hak yang sama bagi perempuan menikah dan bercerai.
Bahkan, ada 67 negara tak punya undang-undang yang melarang diskriminasi langsung dan tidak langsung terhadap perempuan.
Terakhir yang kesebelas, kurangnya akses pada energi bersih dan sanitasi. Diperkirakan 341 juta perempuan dan anak perempuan akan kekurangan listrik pada tahun 2030.
Sumber : IDN