Banyak pihak beranggapan pada zaman prasejarah, laki-laki memiliki peran sebagai pemburu dan perempuan adalah pengumpul. Namun, para peneliti mengungkap perempuan pada zaman prasejarah juga memiliki kemampuan berburu. Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan jender sudah ada sejak zaman prasejarah.
Pandangan terkait pembagian peran pemburu dan pengumpul antara laki-laki dan perempuan pada masa prasejarah dipatahkan oleh penelitian yang dipimpin Profesor Antropologi University of Delaware, Amerika Serikat, Sarah Lacy. Hasil studi diterbitkan diScientific American dan dua makalah di jurnal American Anthropologist, 4 September 2023.
Lacy dan rekannya, Cara Ocobock dari University of Notre Dame,meneliti pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin selama era Paleolitikum atau sekitar 2,5 juta hingga 12.000 tahun yang lalu. Penelitian dilakukan melalui tinjauan terhadap bukti arkeologi dan literatur terkini.
Lacy merupakan antropolog biologi yang mempelajari kesehatan manusia purba. Sementara Ocobock adalah ahli fisiologi yang membuat analogi antara zaman modern dan catatan fosil. Mereka berkolaborasi dalam penelitian ini setelah melihat banyaknya makalah yang menyebutkan adanya pembagian kerja berdasarkan jender pada masa prasejarah.
”Kita tidak benar-benar tahu siapa yang membuat peninggalan prasejarah karena tidak ada tanda tangan yang tersisa pada alat batu. Akan tetapi, dari bukti yang kami miliki, tampaknya hampir tidak ada perbedaan peran berdasarkan jenis kelamin,” ujar Lacy dikutip dari situs resmi University of Delaware, Jumat (27/10/2023).
Hasil penelitianmenemukan sedikit bukti yang mendukung gagasan bahwa peran pemburu dan pengumpul ini diberikan secara spesifik kepada setiap jenis kelamin. Pengamatan fisiologi juga menemukan bahwa perempuan secara fisik mampu menjadi pemburu.
Tim juga mengkaji pandangan bahwa perbedaan anatomi dan fisiologis antara laki-laki dan perempuan menghalangi perempuan untuk berburu. Mereka menemukan bahwa laki-laki memang mempunyai keunggulan dibandingkan perempuan dalam aktivitas yang membutuhkan kecepatan dan tenaga, seperti lari dengan cepat dan melempar.
Dari bukti yang kami miliki, tampaknya hampir tidak ada perbedaan peran berdasarkan jenis kelamin.
Meski demikian, perempuan prasejarah ternyata juga memiliki keunggulan dibandingkan laki-laki dalam aktivitas yang membutuhkan daya tahan, seperti berlari. Kedua rangkaian aktivitas tersebut sangat penting dalam proses berburu di zaman prasejarah.
Contoh kesetaraan jender lainnya yang ditemukan peneliti terlihat juga dari aspek peralatan kuno, pola makan, seni, penguburan, dan anatomi. Seluruh hasil penelitian ini menunjukkan manusia prasejarah membagi peran sama rata baik laki-laki maupun perempuan.
”Tidak ada perbedaan pola trauma antara pria dan wanita ketika kita melihat lebih dalam pada anatomi dan fisiologi modern dan kemudian melihat sisa-sisa kerangka manusia purba. Hal ini karena mereka melakukan aktivitas yang sama,” kata Lacy.
Pada zaman Paleolitikum, sebagian besar masyarakat hidup dalam kelompok kecil. Oleh karena itu, pandangan tentang kegiatan berburu yang hanya dilakukan sekelompok orang tidaklah masuk akal.”Ketika hidup dalam kelompok kecil, Anda harus benar-benar fleksibel. Setiap orang harus bisa mengambil peran apa pun dan kapan pun,” tambahnya.
Manusia pemburu
Teori laki-laki sebagai pemburu dan perempuan sebagai pengumpul populer pertama kali pada tahun 1968 saat antropolog Richard BLee dan Irven DeVore menerbitkan Man the Hunter. Ini merupakan kumpulan makalah ilmiah yang dipresentasikan pada simposium pada tahun 1966. Dalam makalah itu, penulis berasumsi semua pemburu adalah laki-laki.
Ocobock melihat bias jender yang dikemukakan oleh para peneliti sebelumnya menjadi alasan mengapa konsep tersebut diterima secara luas di dunia akademis hingga akhirnya menyebar ke budaya populer. Kartun televisi, film layar lebar, pameran museum, dan buku teks juga memperkuat gagasan tersebut.
Sebaliknya, ketika para cendekiawan perempuan menerbitkan penelitian yang bertentangan dengan hal tersebut, sebagian besar karya mereka diabaikan atau diremehkan.Padahal, banyak peneliti perempuan yang telah membantah dan memublikasikan laporan dengan hasil berbeda pada tahun 70-an, 80-an, dan 90-an.
Selama 3 juta tahun, laki-laki dan perempuan saling berpartisipasi dalam pengumpulan subsisten untuk komunitas mereka. Hasil penelitian tentang pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan pada masa prasejarah ini diharapkandapat menjadi pendekatan standar untuk penelitian di masa depan.
”Berburu bukan sesuatu yang hanya dilakukan laki-laki. Apa yang kita anggap sebagai peran jender secara de facto saat ini tidak melekat dan tidak menjadi ciri nenek moyang kita. Kita adalah spesies yang sangat egaliter selama jutaan tahun dalam banyak hal,” ungkap Lucy.
Sumber : Kompas