Otoritas negara bagian Berlin, Jerman mengizinkan para guru perempuan Muslim mengenakan jilbab pada Rabu (29/3/2023). Departemen Pendidikan, Pemuda, dan Keluarga Berlin telah mengirimkan surat resmi kepada para kepala sekolah terkait perizinan secara umum pemakaian jilbab dan simbol agama oleh guru.
“Pemakaian jilbab dan simbol agama oleh guru hanya dapat dibatasi dalam kasus invididu jika hal tersebut membahayakan perdamaian sekolah,” kata Departemen Pendidikan, Pemuda, dan Keluarga Berlin dalam keterangan resminya yang dikirim ke kepala sekolah, dikutip dari Anadolu Agency, Jumat (31/3/2023).
Keputusan ini menghapuskan pelarangan pemakaian jilbab di dalam lingkup sekolah di bawah undang-undang netralitas Berlin yang telah diterapkan di Berlin sejak 2005.
Di bawah undang-undang netralitas Berlin, pegawai negeri dilarang mengenakan pakaian dan simbol keagamaan. Para guru di kota itu dilarang mengenakan jilbab sejak 2005. Meski begitu, beberapa putusan pengadilan dalam beberapa tahun terakhir menekankan bahwa larangan jilbab merupakan diskriminasi dan melanggar kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
Dalam laporan Human Rights Watch dijelaskan bahwa di Jerman, kebijakan penggunaan simbol agama di sekolah menjadi tanggung jawab di 16 negara bagian, bukan pemerintah federal. Pendekatan negara terhadap jilbab dan simbol agama di sekolah kemudian menjadi sangat bervariasi, terkadang sangat mencolok.
Delapan negara bagian seperti Baden-Württemberg, Bavaria, Berlin, Bremen, Hesse, Niedersachsen, Rhine-Westphalia Utara, dan Saarland, misalnya. Mereka memberlakukan undang-undang dan kebijakan untuk melarang guru di sekolah umum mengenakan pakaian dan simbol keagamaan tertentu. Di dua negara bagian lainnya, Hesse dan Berlin, larangan tersebut bahkan diterapkan lebih luas, mencakup banyak peran pegawai negeri.
Tak satu pun dari undang-undang yang melarang simbol dan pakaian agama secara eksplisit menargetkan jilbab. Bagaimanapun, jilbab telah menjadi fokus perdebatan parlementer sebelumnya. Aturan tersebut baik secara eksplisit pun dalam penerapannya telah mendiskriminasi perempuan Muslim. Di negara bagian yang memberlakukan kebijakan tersebut, wanita berjilbab tidak diizinkan bekerja sebagai guru. Segera setelah undang-undang baru berlaku, guru diminta untuk melepas jilbab dan ditegur jika mereka menolak melakukannya, dan alam beberapa kasus bahkan diberhentikan. Guru telah diancam dengan tindakan disipliner jika mereka tetap mengenakan jilbab.
Sumber : NU